Artikel tentang Membangun bisnis dan kerja sama terhadap suatu bisnis baru

 

KEMITRAAN LEMBAGA KEUANGAN PENANAM MODAL/INVESTASI USAHA DAN BUILD OPERATES TRANSFER (BOT)

 

I.                   Bentuk – bentuk Kerjasama Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi

Dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan daling membesarkan. Karena merupakan strategis bisnis maka keberhasilan kemitraan ditentukan oleh kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis, dan kepatuhan tersebut harus di didasarkan pada hukum yang mengatur masalah kemitraan. Hukum tersebut untuk memberikan rambu – rambu terhadap pelaksanaan kemitraan agar dapat memberikan dan menjamin keseimbangan kepentingan di dalam pelaksanaan kemitraan.

Pemerintah membuat suatu produk hukum yang secara yuridis formal mengatur tentang program kemitraan yaitu Undang – undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah. Undang – undang ini mengharapkan agar usaha mikro, kecil dan menengah termasuk juga koperasi dapat menjadi kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional.

Disebutkan dalam Pasal 1 butir 13 UndangUndang Nomor 20 Tahun 2008 bahwa kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar. Selain Undang – undang Nomor 20 Tahun 2008 ada juga Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang program kemitraan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 Tentang Kemitraan. Peraturan Pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari Undang - Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Salah satu cara atau upaya dalam rangka pemberdayaan usaha kecil adalah dengan kemitraan. Dalam Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Nomor. 44 Tahun 1997 terutama dalam Pasal 1 menyatakan bahwa : ―Kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan atau Usaha Besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.

Tahun 1984 yaitu dengan Undang-Undang Nomor. 5 tahun 1984 yaitu Undang-Undang Pokok Perindustrian. Namun gerakan kemitraan ini lebih berdasarkan himbauan dan kesadaran, karena belum ada peraturan pelaksanaan yang mengatur kewajiban perusahaan secara khusus dan disertai dengan sanksinya. Kemudian dalam Kepmenkeu RI No. 316/KMK.016/1994 sebagaimana telah dirubah dengan Kepmenkeu RI No. 60/KMK.016/1996 tentang ―Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi Melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian. Laba BUMN‖, mewajibkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyisihkan dana pembinaan sebesar 1 % - 3 % dari keuntungan bersih, sistem keterkaitan Bapak Angkat Mitra Usaha, penjualan saham perusahaan besar yang sehat kepada koperasi dan lain sebagainya. Berikutnya pada tahun 1996 dicanangkan Gerakan Program Kemitraan Usaha Nasional (KUN) oleh Bapak Presiden. Dalam Program Kemitraan Usaha Nasional (KUN)9 yang telah tersusun atas prakarsa Badan Pengurus Deklarasi Jimbaran-Bali dengan Departemen Koperasi atau Pembinaan Pengusaha Kecil, Pemerintah menekankan bahwa kemitraan usaha merupakan upaya yang tepat untuk memadukan kekuatan-kekuatan ekonomi nasional.

Pasal 26 Undang – undang Nomor 20 Tahun 2008 yaitu: inti-plasma, subkontrak, waralaba, perdagangan umum. Distribusi dan keagenan serta bentuk – bentuk kemitraan lainnya, seperti : bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan ( joint venture ) dan penyemberluaran ( outsourching ).

1.      Kemitraan Dalam Bentuk Inti-Plasma

UndangUndang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, adalah sebagai berikut : Inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang di dalamnya usaha menengah atau usaha besar bertindak sebagai inti dan usaha kecil selaku plasma, perusahaan inti melaksanakan pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemasaran hasil produksi. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 Pasal 27 serta Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 Pasal 3 menjelaskan bahwa pelaksanaan kemitraan dengan bentuk init-plasma adalah sebuah hubungan kemitraan antara usaha besar dalam hal ini adalah penanam modal sebagai inti pembina dan mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah yang menjadi plasma dalam hal penyediaan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis produksi dan manajemen usaha, perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan, pembiayaan, pemasaran, penjaminan, pemberian informasi dan pemberian bantuan lain yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas dan wawasan luas.

Peran pengusaha besar atau penanam modal (inti) sebagaimana tersebut di atas tentunya juga harus diimbangi dengan peran usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi (plasma) yaitu dengan meningkatkan kemampuan manajemen dan kinerja usahanya yang berkelanjutan serta memanfaatkan dengan sebaik-baiknya berbagai bentuk pembinaan dan bantuan yang diberikan oleh usaha besar. Sebagai contoh :

1) Kemitraan dalam bentuk inti-plasma yaitu kerja sama antara petani tembakau di Pulau Lombok dengan industri rokok / pengelola hasil tembakau diantaranya dengan PT.Djarum dan PT.H.M Sampoerna.

2) Kemitraan dalam bentuk inti – plasma yaitu usaha perkebunan karet (PIR), usaha perkebunan kelapa sawit, usaha perkebunan tebu. Dalam usaha perkebunan para petani. Hanya bertugas melaksanakan penanaman dan pemeliharaan, sedangkan seluruh sarana prasarana dan segala pembiayaan lainnya dijamin oleh perusahaan menengah atau besar

 

2.      Kemitraan Dalam Bentuk Subkontrak

Subkontrak adalah suatu sistem yang mengambarkan hubungan antara usaha besar yaitu penanam modal dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, dimana usaha besar sebagai perusahaan induk (parent firm) meminta kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (selaku subkontraktor) untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk.

Pasal 28 Undang – undang Nomor 20 Tahun 2008 menjelaskan bahwa kemitraan subkontrak adalah bahwa usaha besar (penanam modal) untuk memberikan dukungan kepada usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi selaku subkontraktor dalam memproduksi barang dan/atau jasa berupa :

a. kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan/atau komponennya;
 b. kesempatan memperoleh bahan baku yang diproduksi secara berkesinambungan dengan jumlah dan harga yang wajar;

c. bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen;

d. perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan;

e. pembiayaan dan pengaturan sistem pembayaran yang tidak merugikan salah satu pihak; dan

f. upaya untuk tidak melakukan pemutusan hubungan sepihak.

Sedangkan bagi perusahaan induk adalah dapat memfokuskan perhatian pada bagian lain, memenuhi kekurangan kapasitas, memperoleh sumber pasokan barang dengan harga yang lebih murah daripada impor, meningkatkan produktivitas dan kesempatan kerja baik pada perusahaan kecil maupun perusahaan besar. Sebagai contoh : 1. perusahaan air minum club memilih perusahaan subkontraktor untuk membuat botol minuman. 2. Perusahaan subkon PT. Pama Persada Nusantara atau PT. Adaro Indonesia.

3.      Kemitraan Dalam Bentuk Waralaba

Menurut Penjelasan Pasal 27 Huruf (d) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995, Pola Waralaba adalah ― hubungan kemitraan, yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen‖. Pasal 29 angkat 2 Undang – undang Nomor 20 Tahun 2008 menjelaskan bahwa pemberi waralaba dan penerima waralaba harus mengutamakan penggunaan barang dan/atau bahan hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang disediakan dan/atau dijual berdasarkan perjanjian waralaba. Pasal 27 angka 3 Undang – undang Nomor 20 Tahun 2008 juga menjelaskan bahwa pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada penerima waralaba secara berkesinambungan.

Karena dengan melakukan pengembangan usaha waralaba keuntungan usaha akan meningkat, disamping itu bisnis waralaba memungkinkan membuka peluang usaha bagi orang lain dengan cara yang relatif lebih mudah. Sebagai contoh :

 1) Kemitraan dalam bentuk waralaba dibidang makanan dan minuman adalah perusahaan fast food Mcdonalds melakukan waralaba terhadap merknya, Es Teler 77 dan lain sebagainya.

2) Kemitraan dalam bentuk waralaba dibidang elektronik adalah sebuah perusahaan elektronik dipercayakan menggunakan merek produknya dengan nama Sony (seperti VCD dengan merek by Sony, padahal tidak dibuat langsung oleh perusahaan Sony). Barang-barang yang bermerek perusahaan luar negeri dibuat oleh perusahaan dalam negeri.Berarti perusahaan dalam negeri mendapat waralaba dari perusahaan luar negeri tersebut.

3) Kemitraan dalam bentuk waralaba dibidang mini market adalah alfa mart dan lain sebagainya.

 4) Kemitraan dalam bentuk waralaba dibidang pendidikan adalah LP3I, Primagama, Sanggar Kreativitas Bobo, English First dan lain sebagainya 5) Kemitraan dalam bentuk waralaba dibidang lainya adalah balon udara, coat coating, D-Net, Kidy Cuts, Laundrette, Londre, Lutuye dan Malibu Photo Studio

 

  

4.        Kemitraan Dalam Bentuk Perdagangan Umum

            Pasal 30 Undang – undang Nomor 20 Tahun 2008 menjelaskan bahwa Pelaksanaan kemitraan dengan pola perdagangan umum dapat dilakukan dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau penerimaan pasokan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah oleh Usaha Besar yang dilakukan secara terbuka dan pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang diperlukan oleh Usaha Besar dilakukan dengan mengutamakan pengadaan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Mikro sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang diperlukan, serta dalam hal pembayaran maka pengaturan sistem pembayaran dilakukan dengan tidak merugikan salah satu pihak. Sebagai contoh:

1. Kemitraan dalam bentuk perdagangan umum seperti perusahaan air minum yang meminta tolong kepada mitra usahanya untuk membuat botol ataupun tempat minum.

2. Para petani yang menghasilkan buah-buahan dibeli oleh pembeli pengumpul (misalnya koperasi atau sebuah usaha kecil). Kemudian buah-buahan yang sudah terkumpul dengan jumlah tertentu dikirim kepada sebuah perusahaan pemasaran buah-buahan (perusahaan menengah), selanjutnya dijual kepada perusahaan pengalengan buah, perusahaan makanan (perusahaan besar).

 

5.       Kemitraan dalam bentuk distribusi dan keagenan.  

Kemitraan dalam bentuk Distribusi adalah kegiatan penyaluran hasil produksi berupa barang dan jasa dari produsen ke konsumen guna memenuhi kebutuhan manusia. Pihak yang melakukan kegiatan distribusi disebut sebagai distributor. Sistem distribusi bertujuan agar benda-benda hasil produksi sampai kepada konsumen dengan lancar, tetapi harus memperhatikan kondisi produsen dan sarana yang tersedia dalam masyarakat, dimana sistem distribusi yang baik akan sangat mendukung kegiatan produksi dan konsumsi. Sedangkan kegiatan kemitraan dalam bentuk keagenan Berdasarkan penjelasan Pasal 27 huruf (e) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995 menjelaskan bahwa keagenan adalah hubungan kemitraan, yang di dalamnya Usaha Kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya. Sebagai Contoh : Usaha agen Koran, majalah dan gula.

 

Keuntungan dan Kerugian dalam Perjanjian Build Operate and Transfer BOT sebagai salah satu bentuk perjanjian kerjasama memiliki banyak keunggulan namun juga kekurangan. Keunggulan dalam kerjasama BOT adalah:

1. Dikarenakan BOT merupakan kerjasama dalam pembiayaan, maka bagi pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sebagai pemilik lahan/tanah, tidak perlu mengeluarkan biaya atau anggaran atau mencari dana pinjaman untuk membangun infrastruktur beserta dengan fasilitasnya, sehingga hal demikian dapat mengurangi beban anggaran dalam APBN/APBD.

2. Dengan kerjasama dalam bentuk BOT meskipun pemerintah tidak memliki anggaran yang cukup, tetap dapat membangun infrastruktur beserta dengan fasilitasnya, sehingga kebutuhan dan kepentingan masyarakat tetap dapat terlayani, mengingat pembangunan proyek dilakukan dengan pendanaan dari pihak swasta.

3. Dengan menerapkan sistem kerjasam BOT, pemerintah tetap dapat melaksanakan pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum di atas tanah yang dimilikinya tanpa harus mengalihkan atau melepaskan hak atas tanah tersebut kepada pihak lain, sehingga asset-asset milik negara dapat terjaga dengan baik.

4. Dengan melalui kerjasana BOT, memberikan kesempatan atau peluang kepada pihak lain dalam hal ini swasta untuk berperan serta dalam pembangunan fasilitas.

5. Bagi pihak swasta, kerjasama BOT merupakan peluang bisnis berinvestasi selama jangka waktu tertentu untuk mengambil keuntungan yang wajar melalui pengoperasian sarana dan prasarana yang sudah dibangun.

6. Dengan kerjasama BOT bagi para pihak swasta diharapkan dapat mengembangkan usaha di atas lahan strategis yang pada umumnya dikuasai atau dimiliki oleh pemerintah, tanpa harus membeli tanah atau lahan kosong.

 

Secara garis besar Perjanjian Build, Operate and Transfer terbagi dalam tiga tahap yang berlangsung secara prosedural, yaitu:

1. Tahap Pembangunan Pada tahap ini pihak pemilik tanah menyerahkan penggunaan tanah yang dimiliki atau dikuasainya kepada pihak investor untuk dibangun diatasnya suatu bangunan komersial beserta segala fasilitasnya. Sebelum dibangun investor wajib menunjukkan gambar bangunan kepada pihak pemilik tanah dengan disertai penjelasan secara rinci.

2. Tahap Operasional Pihak investor berhak mengoperasikan bangunan komersial yang dibangun untuk jangka waktu tertentu dengan membayar fee tertentu kepada pihak pemilik tanah atau tanpa membayar fee. Jangka waktu pengoperasian atau pengelolaan berkisar antara 15 sampai 30 tahun. Jika pihak investor harus membayar fee kepada pemilik tanah, besarnya fee ditetapkan berdasarkan prosentase dari pendapatan kotor (had bruto) tiap tahun dan ditetapkan secara berjenjang.

3. Tahap Penyerahan Pada tahap penyerahan, pihak investor wajib menyerahkan kembali tanah dan bangunan komersial diatasnya beserta segala fasilitasnya kepada pihak pemilik tanah setelah jangka waktu operasional berakhir, dalam keadaan dapat dan siap dioperasikan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Segmentation, Targeting, Positioning

Prototype dan Minimum Variable Product

ANALISIS VALUABLE,RARE,IMITATE, TO COST DAN ORGANIZED (VRIO)